Jalan Sungai Citarik, Desa Sukamanah, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Zakat Orang Yang Memiliki Utang
Disusun oleh :
Ustadz Abu Ayman Hafizh Abdul Rohman, Lc. حَفِظَهُ اللهُ
بسم الله الرحمن الرحيم
Jika seseorang memiliki harta yang telah sampai kepada nishab dan sudah tiba haulnya, namun dia memiliki utang, sedangkan utang tersebut tidak dia bayar sebelum haul, ia malah menyimpan uang tersebut. Apakah utang tersebut dapat menjadi penghalang zakat? atau mengurangi zakat?
Pendapat yang benar dari pendapat-pendapat para ulama, bahwa utang yang mengurangi nishab tidak menjadi penyebab gugurnya zakat, contohnya: seseorang memiliki 200 juta rupiah yang telah sampai kepada haul, namun dia memiliki utang sebesar 100 juta rupiah, maka dia tetap wajib membayar zakat 2,5% dari seluruh uangnya itu, kecuali jika dia membayar utangnya sebelum tiba haul, maka dia tidak wajib zakat kecuali pada sisa uang yang dimiliki saja.
Demikian pula jika ia punya utang yang sampai menghabiskan semua nishab atau bahkan lebih dari nishab, maka ia tetap wajib zakat jika utangnya tidak dia bayar sebelum haul. Misalnya seseorang memiliki uang 200 juta rupiah dan dia memiliki utang 175 juta rupiah, maka ia tetap wajib menzakati seluruh uang tersebut.
Seharusnya orang yang berutang itu segera membayar utangnya sebelum tiba haul, karena membayar utang lebih berhak didahulukan daripada membayar zakat. Adapun jika sudah tiba haul, sementara dia belum membayar utangnya, maka tetap wajib zakat untuk semua hartanya itu, seperti orang yang tidak memiliki utang.
An-Nawawiy رَحِمَهُ اللهُ berkata:
Apakah utang menghalangi kewajiban zakat? Dalam permasalahan ini terdapat 3 pendapat. Namun pendapat yang paling benar menurut rekan-rekan dalam mazhab kami adalah tetap wajib zakat, dan memang itulah yang dinyatakan Asy-Syâfi’i dalam mayoritas tulisan terbarunya.
Maka kesimpulannya adalah tetap wajib zakat, sama saja jenis harta itu adalah harta lahir1 maupun batin2…rekan-rekan kami berkata, sama saja utang itu adalah utang kepada manusia atau utang kepada Allah, seperti utang zakat sebelumnya, kaffârât, nadzar, dan sebagainya.3
Syaikh bin Bâz رَحِمَهُ اللهُ berkata:
Utang yang wajib dia bayar tidaklah menjadi penghalang zakat, menurut pendapat paling benar dari pendapat-pendapat ahli ilmu.4
Syaikh ibnu Utsaimîn رَحِمَهُ اللهُ berkata:
Pendapat yang paling rajih menurutku adalah zakat itu wajib secara mutlak, meskipun ia punya utang yang mengurangi nishab, kecuali utang yang wajib dibayar sebelum haul, maka utang itu wajib dibayar terlebih dahulu, sehingga ia hanya menzakati harta yang tersisa setelah membayar utang.5
Dan tidak ada bedanya antara utang yang wajib dibayar segera saat pemilik menagih (dain hâl) maupun utang yang hanya wajib ditunaikan jika sudah jatuh temponya (dain mu`âjjal), sama saja utang yang ada temponya ini wajib dibayar sekaligus ataukah dibayar dengan beberapa kali cicilan. Semua utang ini tidak menjadi penghalang zakat. Namun sebagian ulama yang berpendapat bahwa utang itu dapat menjadi penghalang zakat, mereka ada yang membedakan antara utang yang tidak ada temponya (batas waktu) dengan utang yang ada temponya. Mereka mengatakan bahwa utang yang ada temponya tidak dapat menghalangi zakat, ini adalah riwayat dari Imam Ahmad رَحِمَهُ اللهُ 6
Sebagian ulama masa kini berkata, “Cicilan utang itu tidak mengurangi zakat, kecuali hanya cicilan setahun saja. Maka jika umpamanya ada yang punya tanggungan utang 12 kali cicilan pembayaran utang, di mana dia harus membayar 10 juta pada setiap cicilan pertahunnya. Maka hanya 10 juta itulah yang menjadi pengurang zakat, adapun sisanya maka dizakati semuanya.”
Namun berdasarkan pendapat yang paling râjih, semua jenis utang itu tidak ada bedanya, baik yang ada temponya maupun tidak. Semuanya tidak berpengaruh kepada zakat. Seseorang cukup melihat harta yang terkena zakat yang ada padanya, kemudian ia tunaikan zakatnya saat syarat kewajiban zakat telah terpenuhi, yaitu nishab dan haul. Berapa banyak pun cicilan utang yang menjadi tanggungannya.
Juga perlu diketahui bahwa jumhur atau mayoritas ulama yang berpendapat bahwa utang itu dapat mengurangi zakat, mereka mensyaratkan bahwa orang yang punya utang itu tidak memiliki harta lain di luar kebutuhan pokoknya yang bisa dipergunakan untuk membayar utang.
Di dalam Al-Mausû’atul Fiqhiyyah (23/247) disebutkan:
Para ulama yang mengatakan bahwa utang menggugurkan kadar zakat harta yang wajib dizakati, mayoritas mereka mensyaratkan bahwa hal itu hanya berlaku bagi muzakki yang tidak memiliki harta lain untuk membayar utangnya kecuali harta yang wajib dizakati itu saja. Maka jika seandainya dia masih memiliki harta lain yang melebihi kebutuhan pokok, dia wajib menjadikannya sebagai pengganti utang, agar harta zakat itu tidak berkurang, sehingga dia pun dapat mengeluarkan zakatnya.7
والله أعلم
- Harta lahir adalah harta yang nampak tidak mungkin dapat disembunyikan, seperti binatang ternak, tanaman dan buah-buahan. ↩︎
- Harta batin adalah harta yang dapat disembunyikan, seperti emas, perak dan barang-barang dagangan. ↩︎
- Lihat Al-Majmu’ (5/317), Nihatul Muhtâj (3/133), Al-Mausû’atul Fiqhiyyah (23/247). ↩︎
- Majmû’ Fatâwa Syaikh bin Bâz (14/189) ↩︎
- Asy-Syarhul Mumti’ (6/39) ↩︎
- Lihat Al-Inshâf (3/24) ↩︎
- Diringkas dari https://islamqa.info/ar/120371 dengan penambahan dari sumber lain ↩︎